DETEKTOR
3.
DETECTOR
Detektor merupakan suatu bahan yang peka
terhadap radiasi, yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan
mengikuti mekanisme yang telah dibahas sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa
suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif
terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi gamma belum
tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.
Sebenarnya terdapat banyak jenis
detektor, tetapi di sini hanya akan dibahas tiga jenis detektor yaitu, detektor
isian gas, detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor.
1.
Detektor
Isian Gas
Detektor isian gas merupakan detektor
yang paling sering digunakan untuk mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari
dua elektroda, positif dan negatif, serta berisi gas di antara kedua
elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai anoda, yang dihubungkan ke
kutub listrik positif, sedangkan elektroda negatif disebut sebagai katoda, yang
dihubungkan ke kutub negatif. Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder dengan
sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding silindernya sebagai katoda
sebagaimana berikut.
Gambar
1. Detektor isian gas
Radiasi
yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan ion-ion positif
dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan tersebut
sebanding dengan energi radiasi dan
berbanding terbalik dengan daya ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar
dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor tersebut akan
memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik.
Gambar
2. Ion didalam detektor
Ion-ion primer yang dihasilkan oleh
radiasi akan bergerak menuju elektroda yang sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut
akan menimbulkan pulsa atau arus listrik. Pergerakan ion tersebut di atas dapat
berlangsung bila di antara dua elektroda terdapat cukup medan listrik. Bila
medan listriknya semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion tersebut akan
semakin besar sehingga mampu untuk mengadakan ionisasi lain.
Gambar
3. Kurva medan listrik dan energy kinetik ion
Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer
disebut sebagai ion sekunder. Bila medan listrik di antara dua elektroda
semakin tinggi maka jumlah ion yang dihasilkan oleh sebuah radiasi akan sangat
banyak dan disebut proses ‘avalanche’.
Terdapat
tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda yaitu
detektor kamar ionisasi, detektor proporsional, dan detektor Geiger Mueller
(GM).
a)
Detektor
Kamar Ionisasi (ionization chamber)
Sebagaimana terlihat pada kurva
karakteristik gas di atas, jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini relatif
sedikit sehingga tinggi pulsanya, bila menerapkan pengukuran model pulsa,
sangat rendah. Oleh karena itu, biasanya, pengukuran yang menggunakan detektor
ionisasi menerapkan cara arus. Bila akan menggunakan detektor ini dengan cara
pulsa maka dibutuhkan penguat pulsa yang sangat baik. Keuntungan detektor ini
adalah dapat membedakan energi yang memasukinya dan tegangan kerja yang
dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
b)
Detektor
Proporsional
Dibandingkan dengan daerah ionisasi di
atas, jumlah ion yang dihasilkan di daerah proporsional ini lebih banyak
sehingga tinggi pulsanya akan lebih tinggi. Detektor ini lebih sering digunakan
untuk pengukuran dengan cara pulsa. Terlihat pada kurva karakteristik di atas
bahwa jumlah ion yang dihasilkan
sebanding dengan energi radiasi, sehingga detektor ini dapat membedakan energi
radiasi. Akan tetapi, yang merupakan suatu kerugian, jumlah ion atau tinggi
pulsa yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh tegangan kerja dan daya tegangan
untuk detektor ini harus sangat stabil.
c)
Detektor
Geiger Mueller (GM)
Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini
sangat banyak, mencapai nilai saturasinya, sehingga pulsanya relatif tinggi dan
tidak memerlukan penguat pulsa lagi. Kerugian utama dari detektor ini ialah tidak
dapat membedakan energi radiasi yang memasukinya, karena berapapun energinya
jumlah ion yang dihasilkannya sama dengan nilai saturasinya. Detektor ini
merupakan detektor yang paling sering digunakan, karena dari segi elektonik
sangat sederhana, tidak perlu menggunakan rangkaian penguat. Sebagian besar
peralatan ukur proteksi radiasi, yang harus bersifat portabel, terbuat dari
detektor Geiger Mueller.
2.
Bahan
Sintilator
Proses sintilasi pada bahan ini
dapat dijelaskan dengan Gambar 4. Di dalam kristal bahan sintilator terdapat
pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi
yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada keadaan dasar, ground
state, seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong.
Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa
energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat
meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron tersebut
akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil
memancarkan percikan cahaya.
Gambar 4. Prose sintilator
Gambar 4. Proses sentilator
Jumlah percikan cahaya sebanding
dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya.
Semakin besar energinya semakin banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan
cahaya ini kemudian ‘ditangkap’ oleh photomultiplier.
Berikut ini adalah beberapa contoh bahan
sintilator yang sering digunakan sebagai detektor radiasi: Kristal NaI(Tl)k,
kristal ZnS(Ag), kristal LiI(Eu), Sintilator Organik
a)
Sintilator
Cair (Liquid Scintillation)
Detektor ini sangat spesial dibandingkan
dengan jenis detektor yang lain karena berwujud cair. Sampel radioaktif yang
akan diukur dilarutkan dahulu ke dalam sintilator cair ini sehingga sampel dan
detektor menjadi satu kesatuan larutan yang homogen. Secara geometri pengukuran
ini dapat mencapai efisiensi 100 % karena semua radiasi yang dipancarkan sumber
akan “ditangkap” oleh detektor. Metode ini sangat diperlukan untuk mengukur sampel
yang memancarkan radiasi berenergi
rendah seperti tritium dan C14.
Gambar
5. Sampel Radioaktif
Masalah yang harus diperhatikan pada
metode ini adalah quenching yaitu berkurangnya sifat transparan dari larutan
(sintilator cair) karena mendapat campuran sampel. Semakin pekat konsentrasi
sampel maka akan semakin buruk tingkat transparansinya sehingga percikan cahaya
yang dihasilkan tidak dapat mencapai photomultiplier.
b)
Tabung
Photomultiplier
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya,
setiap detektor sintilasi terdiri atas dua bagian yaitu bahan sintilator dan
tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator berfungsi untuk mengubah energi
radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung photomultiplier ini berfungsi untuk
mengubah percikan cahaya tersebut menjadi berkas elektron, sehingga dapat
diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.
Tabung photomultiplier terbuat dari
tabung hampa yang kedap cahaya dengan photokatoda yang berfungsi sebagai
masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat beberapa dinode untuk
menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 5. Photokatoda yang
ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron bila dikenai
cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya akan
diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut
akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh elektron.
Gambar
6. Dinode Elektron
Elektron-elektron sekunder yang
dihasilkan dinode pertama akan menuju dinode kedua dan dilipatgandakan kemudian
ke dinode ketiga dan seterusnya sehingga elektron yang terkumpul pada dinode
terakhir berjumlah sangat banyak. Dengan sebuah kapasitor kumpulan elektron
tersebut akan diubah menjadi pulsa listrik.
3.
Detektor
Semikonduktor
Bahan
semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis detektor
di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau
germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien
dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta
mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.
Gambar
7. Efisiensi detector isian gas
Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan
semikonduktor tidak dapat meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua
elektronnya berada di pita valensi
sedangkan di pita konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita valensi
dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak memungkinkan
elektron untuk berpindah ke pita konduksi ( > 5 eV ) seperti terlihat di
atas. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor (
< 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila
mendapat tambahan energi.
Energi radiasi yang memasuki bahan
semikonduktor akan diserap oleh bahan sehingga beberapa elektronnya dapat
berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan
semikonduktor tersebut terdapat beda potensial maka akan terjadi aliran arus
listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.
Gambar
8. Energi radiasi pada semikonduktor
Sambungan semikonduktor dibuat dengan
menyambungkan semikonduktor tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif
dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub
negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada Gambar 7. Hal ini menyebabkan
pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa
muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk
(depletion layer) lapisan kosong muatan
pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan kosong muatan ini maka tidak akan
terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong
muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan
bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole inilah
yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh karena daya atau energi yang
dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini lebih rendah dibandingkan dengan
proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang dihasilkan oleh energi yang sama
akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan detektor semikonduktor sangat
teliti dalam membedakan energi radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai
resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi gamma
biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat
membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua radiasi
tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV. Sedang detektor
semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi
terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan energi
radiasi.
Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi
tidak terlalu diperlukan dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan
survai radiasi. Akan tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan
jenis radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini
mutlak diperlukan.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah
harganya lebih mahal, pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak
dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur
Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang berukuran cukup besar.
4.
Keunggulan
- Kelemahan Detektor
Dari
pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah
pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal
tersebut merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya tidaklah
demikian. Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan satu jenis
detektor dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi.
Efisiensi
detektor adalah suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa
listrik yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya.
Nilai efisiensi detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas
bahan detektor. Bentuk geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat
'ditangkap' sehingga semakin luas permukaan detektor, efisiensinya semakin
tinggi. Sedangkan densitas bahan
detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat berinteraksi sehingga
menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang mempunyai densitas lebih rapat
akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang
berinteraksi dengan bahan.
Kecepatan
detektor menunjukkan selang waktu antara datangnya radiasi dan terbentuknya pulsa
listrik. Kecepatan detektor berinteraksi dengan radiasi juga sangat
mempengaruhi pengukuran karena bila respon detektor tidak cukup cepat sedangkan
intensitas radiasinya sangat tinggi maka akan banyak radiasi yang tidak terukur
meskipun sudah mengenai detektor.
Resolusi
detektor adalah kemampuan detektor untuk membedakan energi radiasi yang
berdekatan. Suatu detektor diharapkan mempunyai resolusi yang sangat kecil
(high resolution) sehingga dapat membedakan energi radiasi secara teliti.
Resolusi detektor disebabkan oleh peristiwa statistik yang terjadi dalam proses
pengubahan energi radiasi, noise dari rangkaian elektronik, serta
ketidak-stabilan kondisi pengukuran.
Aspek
lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor karena semakin
rumit konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan semakin mudah rusak
dan biasanya juga semakin mahal.
Tabel
berikut menunjukkan karakteristik beberapa jenis detektor secara umum
berdasarkan beberapa pertimbangan di atas.
Pemilihan detektor harus mempertimbangkan spesifikasi
keunggulan dan kelemahan sebagaimana tabel di atas. Sebagai contoh, detektor
yang digunakan pada alat ukur portabel (mudah dibawa) sebaiknya adalah detektor
isian gas, detektor yang digunakan pada alat ukur untuk radiasi alam
(intensitas sangat rendah) sebaiknya adalah detektor sintilasi, sedangkan
detektor pada sistem spektroskopi untuk menganalisis bahan sebaiknya detektor
semikonduktor.
Komentar
Posting Komentar