1.4.f.1. Disiplin Positif dan Nilai-Nilai Kebajikan Universal POINT 6
Moda: Kegiatan mandiri, Forum Diskusi
Tujuan Pembelajaran Khusus:
·
o
§
§
§
CGP dapat menjelaskan makna ‘kontrol’ dari paparan Teori Kontrol Dr.
William Glasser serta miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta
dapat menjelaskan perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol.
§
CGP dapat menjelaskan makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di
lingkungannya, serta kaitan Teori Kontrol dengan 3 Motivasi Perilaku Manusia.
§
CGP menjelaskan pentingnya memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan
yang akan diyakini dan disepakati seluruh warga sekolah, sehingga kelak
tercipta sebuah budaya positif.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Gunakan navigasi diatas untuk ke halaman berikutnya!
Makna Kata Disiplin
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Sekarang mari kita membahas tentang
konsep disiplin positif yang merupakan unsur utama dalam terwujudnya budaya
positif yang kita cita-citakan di sekolah-sekolah kita. Kebanyakan guru, sangat
tertarik dengan topik pembahasan tentang disiplin. Mereka berpendapat bahwa
kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa belajar. Para guru
juga berpendapat bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah bagian yang paling
menantang dari pekerjaan mereka. Bagaimana dengan Bapak/Ibu CGP? Apakah
Anda memiliki pendapat yang sama?
Marilah kita baca artikel di bawah ini:
Makna Kata Disiplin
Ketika mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda? Apa
yang terlintas di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata
disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata
“disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda,
karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman,
justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak
digunakan sama sekali. Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai
menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan
kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “dimana
ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin
itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan
sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap
melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan
peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. (Ki
Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima, 2013, Halaman 470)
Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam
konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat
utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah
disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki
motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita
atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita
sendiri.Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah: mardika
iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa amandiri
priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi
juga cakap buat memerintah diri sendiri).
Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya
Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata
disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata
‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau
murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus
paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu,
sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi
dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat
membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang
dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari
bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih
tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.
Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa
bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan
tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar
menyatakan; “...pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld
itulah selalu menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang
kekuasaan atau pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang
tadi harus mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala
hak dan kewajibannya.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,
Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469).
Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki
disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai
kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Referensi:
Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001,
New View Publications, North Canada.
Ki Hajar Dewantara; Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013,
UST-Press bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa.
Bapak dan Ibu calon guru
penggerak,
Indah sekali bukan pemikiran-pemikiran
tentang konsep disiplin di atas. Mari kita bayangkan alangkah indahnya ketika
tercipta masyarakat yang bisa saling belajar, yang saling merasa terikat dan
terhubungkan satu sama lain; karena masyarakat seperti itu akan mengambil
tanggung jawab untuk pembelajarannya, senantiasa berusaha untuk menjadi insan
yang lebih baik dari sebelumnya. Itulah tujuan dari disiplin diri.
Komentar
Posting Komentar